Teten Masduki Khawatir Aplikasi China Bisa Buat RI PHK Besar-besaran

Menteri Koperasi UKM Teten Masduki telah memberikan tanggapannya terkait Temu, sebuah platform e-commerce dari China yang telah mendaftar untuk beroperasi di Indonesia. Menurut beliau, penting untuk ada kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan elektronik, meskipun aturan tersebut bersifat lintas sektor. Teten juga menyatakan bahwa ia akan berdiskusi dengan Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengenai platform tersebut.

“Saya sudah melihat bahwa Temu telah mendaftar dan mendapatkan izin usaha dari Kemenkumham. Saya juga sudah berbicara dengan Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM sebelumnya. Kemungkinan besar saya akan berdiskusi dengan Menteri Hukum dan HAM yang baru,” ujar Teten seperti dikutip pada Senin (9/9/2024).

Teten juga membandingkan Temu dengan Amazon, perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat yang telah hadir selama puluhan tahun dan memiliki 70 juta pengguna. Namun, Temu mampu mencapai jumlah pengguna yang sama dalam waktu hanya dua tahun. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang dampak Temu terhadap UMKM, di mana industri dalam negeri bisa kalah saing dengan kehadiran platform yang langsung menghubungkan pabrikan dengan konsumen.

Salah satu contohnya adalah soal harga jual. Aplikasi seperti Temu bisa menjual barang dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk dalam negeri. Hal ini tentu menjadi perhatian bagi UMKM, karena jika produsen langsung menjual ke konsumen dengan harga yang sangat murah, maka produk-produk UMKM dan industri manufaktur dalam negeri pasti akan kesulitan bersaing.

“Kita harus memikirkan dampaknya bagi UMKM. Jika produsen langsung menjual ke konsumen dengan harga yang sangat murah, maka hal ini bisa berdampak pada pemangkasan pekerja. Ini merupakan dampak yang sangat besar,” jelas Teten.

Sebelumnya, Direktur Utama Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada, menyebut Temu sebagai aplikasi e-commerce yang dapat membahayakan UMKM asal China. Menurutnya, aplikasi ini telah menyerang pasar Amerika Serikat dan Eropa dengan memberikan subsidi harga hingga 100%, sehingga konsumen hanya perlu membayar biaya pengiriman.

“Wientor menyatakan bahwa praktik pemberian subsidi yang besar oleh platform ini dilakukan hampir di setiap negara. Bahkan, dalam beberapa kondisi, aplikasi Temu memberikan harga hingga 0%, sehingga konsumen hanya membayar biaya pengiriman saja,” ujar Wientor.

Ia juga mengasumsikan bahwa barang yang dijual di platform Temu merupakan barang-barang yang tidak laku di pasar China, yang saat ini mengalami surplus barang. Oleh karena itu, mereka harus menjual barang tersebut dengan harga yang sangat murah di luar negeri.

“Asumsi kami adalah bahwa barang yang dijual di Temu adalah barang-barang yang tidak laku di China dan harus dijual dengan harga murah di luar negeri. Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi di China sedang mengalami surplus barang,” tambahnya.

Dengan adanya persaingan dari platform e-commerce asal China seperti Temu, maka UMKM di Indonesia harus bersiap diri untuk menghadapi tantangan baru. Diperlukan kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk menciptakan kebijakan yang dapat melindungi UMKM agar tetap dapat bersaing di pasar yang semakin kompetitif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *