Wow! Fakta Unik Tentang Olimpiade di Zaman Kuno yang Bikin Tercengang

Olimpiade modern yang kita kenal saat ini memiliki akar sejarah yang panjang, dimulai dari sebuah perlombaan lari sederhana di Olympia, Yunani pada tahun 776 SM. Siapa sangka, event olahraga sederhana tersebut berkembang menjadi kompetisi bergengsi yang bertahan selama lebih dari satu milenium? Mari kita telusuri beberapa fakta mengejutkan di balik kemegahan Olimpiade kuno yang jarang diketahui.

Bukan Satu-satunya Kompetisi Olahraga
Mungkin banyak yang mengira bahwa Olimpiade adalah satu-satunya ajang olahraga besar di Yunani kuno. Kenyataannya, Olympia bukanlah satu-satunya kota yang menyelenggarakan kompetisi atletik terorganisir. Sekitar tahun 150 SM, terdapat kurang lebih 200 “pertandingan berhadiah” yang rutin digelar di berbagai wilayah Yunani. Kota-kota seperti Athena, Megara, dan Boeotia menjadi tempat paling populer untuk event-event tersebut. Menurut Sonja Anderson, yang membedakan Olimpiade dengan kompetisi lainnya adalah statusnya sebagai bagian dari Pertandingan Suci atau Pertandingan Mahkota.

Menariknya, Olimpiade tidak menawarkan hadiah berupa uang atau barang berharga. Para pemenang hanya mendapatkan mahkota daun dan kemuliaan. Namun demikian, Olimpiade di Olympia tetap menjadi yang paling bergengsi. Gelar juara Olimpiade dianggap sebagai pencapaian tertinggi, melebihi kemenangan di kompetisi manapun.

Gencatan Senjata demi Olimpiade
Konsep “Olympic Truce” atau gencatan senjata selama Olimpiade ternyata bukan hal baru. Pada Olimpiade musim dingin 1994 di Lillehammer, Norwegia, Presiden Komite Olimpiade Internasional saat itu, Juan Antonio Samaranch, menyerukan perdamaian dengan mengatakan “Tolong hentikan pertempuran. Tolong hentikan pembunuhan. Tolong letakkan senjata kalian.”

Seruan ini sebenarnya menggemakan tradisi kuno yang telah ada sejak ribuan tahun lalu. Pada masa Yunani kuno, demi kelancaran penyelenggaraan Olimpiade, seluruh wilayah Yunani sepakat untuk menghentikan peperangan selama event berlangsung. Gencatan senjata ini memungkinkan para atlet dan penonton untuk bepergian dengan aman ke Olympia.

Fakta menariknya, gencatan senjata ini tidak hanya berlaku selama Olimpiade berlangsung. Masa damai dimulai satu bulan sebelum pembukaan Olimpiade dan berlanjut hingga satu bulan setelah penutupan. Hal ini memberikan waktu yang cukup bagi semua pihak untuk melakukan perjalanan pulang dengan aman.

Pawai Obor Bukanlah Acara Olimpiade Kuno
Saat ini, penyalaan api Olimpiade menjadi bagian penting dari upacara pembukaan Olimpiade. Beberapa bulan sebelumnya, api dinyalakan di Olympia, dan selama minggu-minggu berikutnya, nyala api “bergerak” dari satu wadah ke wadah lainnya sebelum akhirnya menyinari obor besar di stadion Olimpiade.

Meskipun demikian, tradisi tersebut tidak berasal dari Olympia kuno. Sebaliknya, api Olimpiade pertama kali melakukan perjalanan seperti itu pada tahun 1936, ketika arsitek Jerman dari Olimpiade Berlin mengatur agar api dinyalakan di Olympia dan diangkut ke ibu kota Nazi.

Api memang merupakan bagian penting dari Olimpiade kuno. Selama Olimpiade, api terus menyala di altar dewi Hestia. Namun pawai obor tidak pernah benar-benar dilakukan.

Atlet Telanjang dalam Olimpiade Kuno
Salah satu aspek paling mengejutkan dari Olimpiade kuno adalah para atletnya yang berkompetisi dalam keadaan telanjang. Namun perlu diketahui bahwa orang Yunani kuno sudah terbiasa dengan ketelanjangan di depan umum, termasuk di kompetisi olahraga.

Saat ini, para sejarawan terus memperdebatkan motivasi sebenarnya para atlet untuk berkompetisi telanjang. Menurut Perrottet, mereka mungkin hanya ingin memamerkan tubuh mereka, yang banyak mereka olesi dengan minyak, kepada rekan-rekan mereka, dewa, dan penggemar yang memujanya.

Tidak sembarang orang bisa berkompetisi di Olimpiade kuno. Perempuan secara eksplisit dilarang berkompetisi dalam Olimpiade di Olympia, meskipun mereka bisa mendapatkan penghargaan sebagai pemilik kuda yang menang besar dalam perlombaan kereta.

“Pertandingan Heraean, sebuah kompetisi terpisah khusus untuk wanita, muncul sebagai alternatif dari Olimpiade tetapi bukan bagian dari perayaan resmi,” jelas Anderson. Selain itu, Olympia mewajibkan setiap atlet yang berpartisipasi dalam kompetisi untuk berlatih selama sepuluh bulan sebelum Olimpiade. Hal ini tentu akan menjadi masalah bagi para pria miskin yang sebagian besar waktunya digunakan untuk menghidupi keluarga mereka.

Meskipun demikian, beberapa atlet miskin namun berbakat mendapat kesempatan melalui sponsor dari orang-orang kaya, yang mendukung mereka dengan tunjangan selama pelatihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *