Jalan Tunjungan, salah satu kawasan paling ikonik di Kota Surabaya, memang memiliki sejarah yang panjang dan menarik yang mencerminkan perkembangan kota dari masa ke masa. Dahulu dikenal dengan nama Petoenjoengan, kawasan ini menjadi koridor penghubung antara Kota Lama (Kota Indisch, 1870-1900) di sekitar Jembatan Merah dan Kota Baru (Kota Gemeente, 1905-1940) di sekitar Darmo dan Gubeng. Saat ini, Jalan Tunjungan telah bertransformasi menjadi pusat budaya, sejarah, dan perdagangan yang kental dengan nuansa kolonial.
Jalan Tunjungan mulai dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Seiring berjalannya waktu, kawasan ini berkembang menjadi shopping street dengan jalur pejalan kaki yang lebar, dilengkapi dengan shopping arcade yang menjadi daya tarik utama kota. Lagu legendaris “Rek Ayo Rek Mlaku Mlaku Nang Tunjungan” turut mempopulerkan kawasan ini sebagai destinasi favorit bagi warga Surabaya.
Selain menjadi pusat perbelanjaan, Jalan Tunjungan juga menyimpan bangunan-bangunan bersejarah yang menarik, seperti Gedung Siola. Gedung ini dibangun pada tahun 1920-an oleh konglomerat Inggris Robert Laidlaw dan awalnya merupakan pusat grosir White Away Laidlaw and Co. yang terkenal sebagai salah satu pertokoan terbesar di Hindia Belanda. Gedung ini kemudian diambil alih oleh Jepang dan dinamai Toko Chiyoda pada 1940, sebelum akhirnya dikenal sebagai Gedung Siola, yang merupakan akronim dari nama-nama pendirinya: Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem, dan Aang.
Jalan Tunjungan juga menjadi saksi sejarah heroik arek-arek Suroboyo dalam Perang Kemerdekaan. Salah satu peristiwa penting adalah Perobekan Bendera di Hotel Majapahit (dulu Hotel Orange di era Belanda dan Hotel Yamato di era Jepang) pada 19 September 1945. Peristiwa ini menandai semangat juang rakyat Surabaya melawan penjajah.
Di masa kejayaannya, Jalan Tunjungan menjadi salah satu segitiga emas perdagangan Surabaya bersama Jalan Blauran dan Jalan Embong Malang. Bangunan bersejarah lainnya, seperti Monumen Pers Perjuangan Surabaya, turut menjadi daya tarik tambahan kawasan ini. Meskipun beberapa bangunan legendaris seperti Toko Nam dan Restoran Hellendorn kini tinggal kenangan, pesona Jalan Tunjungan sebagai pusat wisata sejarah tetap terjaga.
Jalan Tunjungan bukan hanya menjadi saksi bisu dari perubahan zaman, tetapi juga merupakan ikon kebanggaan bagi warga Surabaya. Hingga kini, kawasan ini terus menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang ingin menikmati keindahan arsitektur kolonial dan mengenang semangat perjuangan bangsa. Jadi, jangan lewatkan kesempatan untuk menjelajahi keindahan dan sejarah yang tersembunyi di Jalan Tunjungan ketika berkunjung ke Surabaya!